Minggu, Juni 07, 2009

Harga Dasar Pembelian Gula Petani Naik Rp.350/kg



April 14th, 2009 by agroindustri

Harga dasar pembelian gula petani naik Rp350/kg

oleh : Sepudin Zuhri


JAKARTA  Bisnis.com): Pemerintah menaikkan harga dasar pembelian gula petani sebesar Rp350 per kg menjadi Rp5.350 per kg untuk musim giling tebu tahun ini yang akan dimulai awal bulan depan.


Deputi Bidang Pertanian dan Kelautan Menko Bidang Perekonomian Bayu Krisnamurthi mengatakan harga dasar pembelian gula untuk musim giling tebu tahun ini telah ditetapkan pada Peraturan Menteri Perdagangan No.560/M-DAG/PER/4/2009 tentang harga dasar gula.


“Harga patokan gula bertujuan untuk mengamankan harga gula saat musim giling sehingga pendapatan petani tetap terjaga dan untung,” ujarnya seusai Rapat Koordinasi Pergulaan Nasional, hari ini.


Menurut dia, tahun ini tidak ada lagi impor gula kristal putih (GKP), sehingga yang menyanggah harga gula petani saat musim giling adalah semua pihak yang terkait seperti pedagang dan PTPN sendiri.



Tahun lalu, katanya, masih ada impor GKP, sehingga para importir terdaftar tersebut yang menyanggah harga gula petani. Persentase gula petani sebanyak 66% dan gula PTPN sebanyak 34%.


Penetapan harga dasar gula tersebut ditetapkan Menteri Perdagangan pada 8 April tahun ini melalui Permendag No. 560/M-DAG/PER/4/2009.


Bayu menjelaskan penetapan harga dasar tersebut berdasarkan berbagai faktor yang telah dilakukan survei oleh Dewan Gula Indonesia tentang biaya pokok produksi bersama Tim Independen. Adapun, biaya pokok produksi gula sebesar Rp5.100 per kg.


Harga dasar gula tersebut, katanya, juga berdasarkan hasil rakor di Semarang, yakni dengan tetap menjaga harga di tingkat konsumen tetap stabil dan tidak naik tajam.


Menurut Bayu, para pedagang dan produsen gula telah berkomitmen untuk menjaga harga di tingkat konsumen tetap berkisar Rp7.000-Rp7.500 per kg. Sementara itu, harga dasar gula pada 2008 Rp5.100 per kg dengan biaya pokok produksi Rp4.800 per kg.(yn)


http://agroindustri.blogdetik.com/2009/04/14/harga-dasar-pembelian-gula-petani-naik-rp350kg/

Pemerintah Menaikkan Harga Gula



Selasa, 14 April 2009 | 04:35 WIB


Jakarta, Kompas - Pemerintah menaikkan harga pokok produksi untuk gula kristal putih sebesar Rp 350 per kilogram, dari semula Rp 5.000 per kg menjadi Rp 5.350 per kg. Kebijakan itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 560/2009 tanggal 8 April 2009.


Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil, Senin (13/4), menyatakan, harga pokok produksi (HPP) gula itu bukan yang diterima petani karena masih harus melalui proses lelang.


”Dengan mekanisme lelang tersebut, selisih harga gula lelang dengan HPP masih akan dibagi antara petani dengan perusahaan gula dengan persentase yang ditetapkan,” katanya.


Melihat harga gula di pasar dunia yang masih tinggi, harga gula yang diterima petani pada lelang kali ini akan lebih tinggi dari HPP. ”Kita harus tetap menjaga agar gula dalam negeri bisa tetap kompetitif,” ujar Arum.



Ketua Badan Koordinasi APTRI Abdul Wachid mengatakan, harga gula mentah (raw sugar) di pasar dunia sekarang mencapai 420 dollar AS per ton, atau sekitar Rp 6.300 per kg bila dikurskan dalam nilai rupiah setelah mempertimbangkan biaya transportasi.


Harga Rp 6.300 per kg itu belum termasuk bea masuk sebesar Rp 550 per kg. Dengan demikian, harga termasuk bea masuk Rp 6.850. ”Melihat harga gula internasional setinggi itu, harga gula petani dalam negeri masih bisa ditingkatkan hingga Rp 5.600 per kg,” ujar dia.


Jasa giling tebu


Berdasarkan pengamatan, pemerintah tidak kompak dalam merumuskan kebijakan tentang pergulaan nasional. Hal ini tercermin dari adanya dua rapat koordinasi tentang gula yang digelar dua lembaga pemerintah di dua tempat berbeda, Senin kemarin, di Jakarta.


Rapat koordinasi gula pertama digelar di Hotel Bidakara. Rapat dipimpin Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan, Menko Perekonomian Bayu Krisnamurthi.


Pada saat yang sama, Kementerian Negara BUMN menggelar rapat yang dihadiri para Dirut PT Perkebunan Nusantara (PTPN).


Sementara itu, terkait masalah kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) beberapa PTPN, Dirjen Pajak Darmin Nasution menunggu usulan dari PTPN terkait besaran bagi hasil jasa giling tebu yang sanggup dibayar oleh perusahaan kepada Ditjen Pajak.


Saat ini, PTPN membagi dua penghasilan jasa giling tebu dengan para petani, yakni masing- masing 34 persen untuk PTPN dan 66 persen untuk petani.(MAS/OIN)



Sumber : Kompas


Pengertian Brix dan Pol




Dalam industri gula dikenal istilah-istilah pol, brix dan HK (hasil bagi kemurnian). Istilah-istilah ini muncul dalam analisa gula, baik dari nira sampai menjadi gula kristal. Nira tebu pada dasarnya terdiri dari dua zat yaitu zat padat terlarut dan air. Zat padat yang terlarut ini terdiri dari dua zat lagi yaitu gula dan bukan gula. Berikut skema bagian-bagian dari nira.




Baik buruknya kualitas nira tergantung dari banyaknya jumlah gula yang terdapat dalam nira. Sekarang bagaimanakah caranya menghitung gula yang terkandung dalam nira tebu tersebut ?



DERAJAT BRIX


Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gr larutan. Jadi misalnya brix nira = 16, artinya bahwa dari 100 gram nira, 16 gram merupakan zat padat terlarut dan 84 gram adalah air. Untuk mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur.


Pengukuran Brix dengan Piknometer

Piknometer adalah suatu alat untuk menentukan berat jenis benda. Alat ini terbuat dari gelas berbentuk seperti botol kecil, dilengkapi dengan tutup dengan lubang kapiler. Alat ini mempunyai volume tertentu dan dibuat sedemikian sehingga pada t0 yang sama selalu terukur volume yang sama.


Dengan menggunakan piknometer yang berisi air kemudian setelah itu piknometer diisi larutan gula, dan setelah dikoreksi dengan temperature maka dapat dihitung berat jenis larutan tersebut. Dari tabel berat jenis brix didapat brix yang belum dikoreksi. Kemudian dengan melihat tabel koreksi temperature dapat dihitung brix terkoreksi.


Penentuan Brix dengan Hydrometer (Timbangan Brix) Alat ini paling umum pemakaiannya di pabrik, karena pemakaiannya mudah dan cepat. Terbuat dari bahan gelas, berbentuk silindris yang bagian bawahnya berbentuk bola. Pada bagian atas meruncing dan pada bagian ini terdapat skala yang menunjukkan derajat brix.


Prinsip kerjanya adalah bahwa gaya keatas yang dialami oleh suatu benda yang dicelupkan dalam cairan tergantung dari berat jenis cairan. Jadi semakin kecil berat jenis maka hidrometer semakin tenggelam. Kemudian brix akan ditunjukkan pada skala yang persis berada di permukaan cairan tersebut.


Pengukuran Brix dengan Indeks Bias

Indeks bias suatu larutan gula atau nira mempunyai hubungan yang erat dengan brix. Artinya bahwa jika indeks bias nira bisa diukur, maka brix nira dapat dihitung berdasarkan indeks bias tersebut. Alat untuk mengukur brix dengan indeks bias dinamanakan Refraktometer. Dengan menggunakan alat ini contoh nira yang digunakan sedikit dan alatnya tidak mudah rusak.



DERAJAT POL


Derajat pol atau pol adalah jumlah gula (dalam gram) yang ada dalam setiap 100 gram larutan yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan polarimeter secara langsung. Jadi menurut pengertian ini jika pol nira = 15, berarti dalam 100 gram larutan nira terdapat gula 15 gram. Selebihnya 85 gram adalah air dan zat terlarut bukan gula.



Sebenarnya pengertian ini kurang tepat jika yang dimaksud gula adalah Saccharosa. Sebab didalam pengukuran pol ada pengaruh dari senyawa gula selain saccharosa yang menimbulkan perbedaan pengukuran. Jadi jelasnya pol tidak sama dengan saccharosa.


Rotasi Jenis (Spesific Rotation)

Suatu zat yang memiliki sifat aktif optik dapat memutar bidang polarisasi, yang besar kecilnya tergantung pada konsentrasi larutan. Disamping itu juga tergantung pada ketebalan larutan yang dilewati sinar, temperatur dan panjang gelombang (?) dari sinar. Jika dihubungkan dan dinyatakan dalam rumus :





Jadi rotasi jenis adalah sudut putar yang disebabkan oleh larutan dengan konsentrasi 1 gram/100 ml dan panjang tabung 1 dm.


Seperti diketahui bahwa sukrosa adalah senyawa karbohidrat yang mempunyai rumus kimia C12H22O11 yang pada kondisi tertentu (keadaan asam dan temperatur tinggi) mengalami hidrolisa menjadi senyawa glukosa dan fruktosa. Reaksinya :



Sukrosa dan glukosa mempunyai rotasi jenis yang positif sedangkan fruktosa rotasi jenisnya negatif.




Cara Penentuan Pol


Dalam penentuan pol dipakai skala sugar scale. Sugar scale ditentukan berdasarkan berat normal, yaitu bahwa 1000 skala polarimeter diperoleh dari pengukuran larutan sukrosa murni dengan konsentrasi 26 gram per 100 cm3, pada 200 C dengan panjang tabung 2 dm. Untuk menentukan pol suatu larutan diperlukan brix tak dikoreksi dan pembacaan polarimeter. Dengan melihat tabel Schmitz akan diperoleh pol yang sebenarnya.



Contoh :

Brix nira tak dikoreksi 15.3

Pembacaan pol 47.5

Dari tabel Scmitz akan diperoleh pol 12.82

Tabel Scmitz diperoleh dari rumus :




Pembacaan pol diukur menggunakan alat yang dinamakan Polarimeter atau Saccharomat. Polarimeter terdiri dari polarisator dan analisator. Secara sederhana skema polarimeter adalah sebagai berikut :






Sinar dari sumber cahaya S lewat celah B, kemudian lewat polarisator P. Disini sinar terpolarisasi dan oleh contoh larutan gula C, sinar tersebut bidang polarisasinya diputar. Analisator A dapat diputar pada sumbunya untuk bisa mengukur sudut putar larutan gula tersebut. Intensitas cahaya yang keluar dengan analisator diamati di E.Dua polarisator yang diletakkan sejajar dengan bidang optiknya kemudian dilewati sinar, maka sinar tersebut akan diteruskan dengan intensitas maksimum. Tapi bila polarisator yang kedua diputar, intensitas berkurang, jika diputar terus akan sampai pada keadaan dimana sinar yang diteruskan minimum intensitasnya. Pada posisi ini bidang optik dari kedua polarisator saling tegak lurus.

Jika pada posisi pertama (bidang optik sejajar) diantara kedua polarisator diletakkan larutan gula, maka intensitas sinar yang sebelumnya maksimum menjadi berkurang, karena terjadi pemutaran bidang polarisasi oleh larutan gula. Posisi intensitas maksimum dapat diperoleh lagi dengan memutar-mutar polarisator kedua. Dengan demikian dapat dilihat berapa besar sudut putar yang disebabkan oleh larutan gula tersebut.



Penentuan Sukrosa


Pol suatu larutan gula yang tidak murni (mengandung zat aktif optik yang larut) bukan merupakan kadar sukrosa. Maka perlu dicari suatu cara untuk menentukan kadar sukrosa suatu larutan.

Kadar sukrosa dinyatakan dalam persen berat, yaitu gram saccharosa setiap 100 gram larutan. Untuk menghilangkan pengaruh zat aktif optik yang lain, maka harus diadak
an dua kali pembacaan pol, yaitu pertama pembacaan pol sebelum inversi dan kedua sesudah inversi. Pembacaan sesudah inversi adalah pembacaan pol setelah larutan gula tersebut dihidrolisa sehingga semua sacharosa yang ada menjadi gula invert.




HASIL BAGI KEMURNIAN (HK)

HK merupakan ukuran dari kemurnian nira, semakin murni secara relatif semakin banyak mengandung gula. Seperti telah dikatakan bahwa nira mengandung zat padat yang terlarut, zat ini terdiri dari gula dan bukan gula. Perbandingan berat kedua zat itu yang dinamakan hasil bagi kemurnian kalau dinyatakan dalam pol dan brix.



Jadi semakin besar jumlah gula, atau semakin sedikit brix HK semakin tinggi dan sebaliknya semakin besar brix HK semakin kecil.



Sumber : http://www.risvank.com/pengertian-brix-dan-pol.html